HARI KESAKTIAN PANCASILA 01 OKTOBER |
Makna Dibalik Hari Kesaktian Pancasila
Makna Dibalik Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober — Peringatan
Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, harus dijadikan
sebagai kesempatan untuk merefleksikan tentang pemaknaan nilai-nilai dan
kesaktian Pancasila itu sendiri. Hal ini penting khususnya bagi
generasi muda bangsa ini.
Generasi baru tidak akan memiliki
rasa percaya diri dan kebanggaan atas bangsa ini tanpa mengenali
sesungguhnya sejarah kehidupannya. pada tanggal 1 Oktober rakyat
Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila dengan diadakannya
upacara di berbagai instansi pemerintah, dan untuk skala nasional
upacara tersebut diadakan di lokasi tempat terjadinya sejarah yaitu di
Lubang Buaya.
Banyak wacana muncul akhir-akhir ini
yang menyatakan kalau Pancasila sudah tidak sakti lagi atau bahkan di
berbagai media memberitakan bahwa Pancasila sudah “dilupakan” di
Indonesia. Jadi apakah benar kenyataan itu?
Jawabannya adalah ada pada diri kita masing-masing, dan mungkin kita
perlu sedikit merenungkan untuk hal tersebut, apakah kita masih
berperilaku seperti yang tersirat dalam jiwa pancasila? atau apakah kita
sudah melenceng?
Di tengah terpaan pengaruh kekuatan
global, kita seharusnyamenguatkan dan memperlengkapi diri agar tidak
terjerembab dalam lika-liku zaman sekarang ini. Salah satunya adalah
dengan menggali kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu
sendiri. Nilai-nilai itulah yang kemudian kita maknai sebagai energi
untuk membangun kembali jati diri bangsa ini. Bangsa ini bisa berdiri
tegak, hanya jika mau kembali menghidupkan dan sekaligus
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Pancasila adalah
dasar negara. Pancasila adalah asal tunggal dan menjadi sumber dari
segala sumber hukum yang mengatur masyarakat Indonesia, termasuk
kehidupan berpolitik. Karena itu, partai politik sebagai salah satu
infrastruktur politik dan segala sesuatu yang hadir dan lahir dinegara
ini, harus tunduk dan taat pada Pancasila.
Melihat perkembangan kondisi di
Indonesia belakangan ini mungkin kita menganggap kalau rakyat Indonesia
sudah tidak lagi ber”Pancasila” dengan adanya kerusuhan dimana-mana yang
timbul karena masalah yang berkaitan dengan sila pertama yaitu
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Yaitu dengan ricuhnya kelompok agama
mayoritas melawan minoritas dengan alasan-alasan tertentu.
Padahal kalau kita telaah lagi,
terjadinya “bentrokan” seperti itu terkadang belum tentu benar-benar
karena soal agama, mungkin karena ada satu alasan kepentingan tertentu
yang ingin dicapai oleh “segelintir” personal, maka dengan kekuatannya
mereka menggunakan alasan keagamaan untuk mendapatkan
tujuannya. Sebaiknya marilah kita lihat saja dengan “kepala dingin”,
dari jaman dulu kita sudah hidup dengan keragaman, mayoritas dan
minoritas tidak perlu dijadikan bahan pertentangan, tapi jadikan itu
kekuatan yang tetap menyatukan kita.
Berkaitan dengan 1965 Incident Road Show
in the United States, ada satu peristiwa monumental yang tidak bisa
begitu saja ditelan dan diterima secara bulat-bulat. Peristiwa ini masih
berjalan sampai sekarang, yaitu upacara nasional pada tanggal 1 Oktober
pagi di Lubang Buaya, Jakarta yang oleh pemerintahan Orde Baru, di
bawah pimpinan Suharto/Soeharto, diberi nama Hari Kebangkitan Pancasila.
Kita semua tahu dari pelajaran sekolah apa sebabnya diberi nama Hari
Kesaktian Pancasila, yaitu telah terbukti bahwa Pancasila itu ampuh dan
berhasil menghalau dan menumpas komunis dan Partai Komunis Indonesia
(PKI) dari muka bumi Indonesia dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
kehancuran pada percobaan kudeta PKI tahun 1965. Benarkah demikian?
Apakah arti sesunggunya di balik peringatan ini?
Setiap tanggal 1 Oktober pagi, hampir
semua pejabat kunci negara Republik Indonesia (RI) berkumpul di Lubang
Buaya, Jakarta untuk mengadakan ritual, memperbaharui dan mengkokohkan
tekat untuk melindungi negara RI dari rongrongan komunis melalui Partai
Komunis Indonesia (PKI). Upacara ritual ini disimbolkan dengan
pengorbanan nyawa yang sangat memilukan dan menyayat hati dari 6
jenderal senior dan lainnya.
Peringatan Hari Kesaktian Pascasila
ini bercikal bakal pada peristiwa 30 September 1965, di mana enam
jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta
yang dilakukan oleh para pengawal istana (Cakrabirawa) yang
dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol.
Untung. Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
- Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani,
- Mayjen TNI R. Suprapto
- Mayjen TNI M.T. Haryono
- Mayjen TNI Siswondo Parman
- Brigjen TNI DI Panjaitan
- Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
- Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tandean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
- AIP Karel Satsuit Tubun
- Brigjen Katamso Darmokusumo
- Kolonel Sugiono
Para korban tersebut kemudian dibuang ke
suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya.
Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober 1965.
Jika pada
peringatan-peringatan sebelumnya Kesaktian Pancasila selalu dikaitkan
dengan penumpasan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
(G-30-S/PKI), maka kali ini “sejarah” Kesaktian Pancasila
dimaknai sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agsutus 1945.
Demikian versi baru upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang berlangsung di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Selain pemaknaan yang baru atas sejarah,
hal baru lainnya adalah upacara kembali dipimpin oleh presiden Republik
Indonesia serta disertai dengan pembacaan naskah ikrar yang menyebutkan
bahwa sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diproklamasi pada
17 Agustus 1945 terjadi banyak kesenjangan terhadap Pancasila dan NKRI
baik yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun, bangsa
Indonesia mampu mempertahankan Pancasila dan NKRI.
Refrensi : http://peristiwa.net/makna-dibalik-hari-kesaktian-pancasila/